Tuesday, 10 October 2017

ANALGETIK DAN IKATAN KIMIANYA




Analgetika
Analgetika  merupakan obat-obatan pilihan untuk mengatasi penyakit  nyeri dengan tanpa menyebabkan kehilangan kesadaraan. Walaupun analgetika sebagai terapi nyeri mungkin terkadang terlalu berlebihan dalam pengobatannya, itu penting untuk mengingatkan kita bahwa menutup gejala nyeri barangkali tidak perlu dilakukan dan pengobatan yang berlebihan dapat menghilangkan sebuah tolak ukur yang penting untuk memonitor perkembangan penyakit yang mendasar (Reiss & Melick, 1987).
Beberapa teori yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan bagaimana obat-obat analgetika bekerja. Analgetika opiun dan analgetika yang menyerupai opium dipercaya mampu berikatan dengan reseptor opium di sistem syaraf pusat dan dengan aktivitas demikian mampu menghambat transmisi dari impuls nyeri. Analgetika non-narkotika seperti salisilat efek analgetikanya nampak dengan mempengaruhi secara perifer dan pusat. Secara perifer mereka nampak mengurangi sintesis prostaglandin dalam jaringan yang radang dan dengan demikan mampu mengurangi sensitifitas pada reseptor nyeri secara mekanik atau stimulasi  secara kimia. Secara pusat, salisilat dan senyawa analgetika non-narkotik lain kelihatan dapat memproduksi sebuah efek analgetika dengan cara mempengaruhi hipotalamus (Reiss & Melick, 1987).

 
 
Gambar 1. Diagram permukaan reseptor analgesik yang sesuai dengan permukaan molekul obat (Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2008)

1. Analgetik Narkotik.  Golongan  analgetik  narkotik  adalah  agonis  total, agonis parsial, dan antagonis. Morfin merupakan     agonis  total pada  reseptor opium µ (mu), reseptor opium secara umum dapat dilihat dalam tabel 1 dibawah ini (Schumacher dkk., 2009)


Subtipe Reseptor
Fungsi
Afinitas Endgenus Peptida Opium
µ (mu)
Analgetik secara spinal dan supraspinal, menidurkan, memperlambat transit gastrointestinal, modulasi pelepasan hormon dan neurotransmitter
Endorpin > Enkepalin > Dimorpin
δ(delta)
Analgetik secara spinal dan supraspinal, memodulasi pelepasan hormone dan neurotransmitter
Enkepalin > Endorpin dan Dimorpin
K (kappa)
Analgetik secara spinal dan supraspinal. Berefek pada psyvhotomimetic, memperlambat transit gastrointesinal
Dimorpin > Endorpin dan Enkepalin
Tabel 1. Suptipe reseptor opiun, fungsi, dan afinitasnya terhadap endogenus peptida
  

Secara umum, obat analgetika dan reseptornya dapat dilihat dari tabel II berikut (Schumacher dkk., 2009)


Nama


Pengaruh reseptor


generik
µ (mu)

δ(delta)
κ(kappa)

Morfin
+++


+

Hidromorfin

+++




Oximorfin
+++




Metadon

+++




Meperidin
+++




Fentanil

+++




Sufentanil
+++
+
+

Alfentanil

+++




Remifentanil
+++




Levorphanol

+++




Kodein
±




Hidrokodon

±




Oxikodon
±




Propoksipen

(+, sangat lemah)




Pentazosin
±


+

Nalbupine

--


++

Buprenorpin
±
--
--

Butorpanol

±


+++
 
Tabel 2. Obat-obatan analgetika secara umum (Ket: +++,++,+, agonis kuat; ±, parsial agonis; --, -, antagonis)
 

Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi  empat kelompok yaitu turunan morfin, tirinan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) dan turunan lain-lain. Berikut penjelasan dari masing-masing kelompok analgetika narkotik berdasarkan struktur kimianya. 


     a. Turunan Morfin
         Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum. Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan narsein. Selain efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah.





Gambar 2. Struktur Umum Morfin
 
         Hubungan struktur morfin-aktifitas lain :
·    Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik.
·   Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
·   Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik.
·   Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik.

·     Hidrogenasi ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi.

·         Substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
·         Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
·         Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas. 

       b. Turunan Meperidin
Meskipun  strukturnya  tidak  berhubungan  dengan  struktur  morfin  tetapi  masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.

c. Turunan Metadon 
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.
Contoh:
Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.

Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.

2. Analgetik Non-narkotik. Beberapa obat-obatan farmakologi dan senyawa kimia dihubungkan dengan analgetika narkotik, akan tetapi menyebabkan ketergantungan. D-propoxyphene hydrochloride merupakan senyawa kimia yang berkaitan dengan methadone dan telah digunakan secara luas selama beberapa tahun sebagai analgetik oral. Penggunaannya diperkirakan 90-120 mg dari D-propoxyphene hydrochloride setara dengan 60 mg kodein dan 600 mg aspirin. Penggunaan senyawa ini berpotensial kecil menyebabkan efek ketergantungan. Yang termasuk golongan analgetik nonnarkotik, yaitu: buprenorphine, butorphanol tartrate, methotrimeperazine, nalbuphine HCl, pentazocine HCl, propoxyphene HCl, propoxyphene napsylate (Reiss & Melick, 1987).
 
Analgetik antipiretik. Analgetik narkotik dan nonnarkotik merupakan obat yang bekerja mempengaruhi sistem syaraf pusat. Namun, ada beberapa obat yang bekerjanya lemah pada sistem syaraf pusat, tetapi kuat pada sistem syaraf perifer. Efek analgetiknya beraksi pada sistem syaraf perifer dengan mempengaruhi sintesis dan aksi dari prostaglandin, substansi tersebut yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dimana mampu meningkatkan sensitivitas dari syaraf akhiran. Pancaran nyeri sebagai akibat dari stimulasi sistem syaraf tepi, oleh karena itu perlu dihalang dan dapat meringkankan gejala nyeri di tempat kerusakan jaringan. Kebanyakan Non-Steroidal Anti-Inflamatori Drugs (NSAIDs) juga berperan sebagai analgetik dan antipiretik dimana NSAID tersebut berguna untuk menyembuhkan penyakit nyeri paska pencabutan gigi, dysmenorrhea, dan penyakit nyeri lainnya (Reiss & Melick, 1987).

Non-Selektif COX Inhibitor
-        Turunan asam –Salicylic (Aspirin, Sodium salisilat).
-        Derivatif fenol -Para-amino (Acetaminophen).
-        Indol dan asam Indaneacetic (Indometasin, Sulindac).
-        Asam asetat –Heteroaryl (Tolmetin, Diklofenak, Keterolac).
-   Asam propionat –Aryl (Ibuprofen, Naproxen, Flurbiprofen, Ketoprofen,Fenoprofen, Oxaprofen).
-        Asam - Anthranilic (Asam mefenamat, asam Meclofenamic).
-        Asam-Enolic (Piroksikam, Meloxicam, Tenoxicam, Isoxicam).
-        Alkanones (nabumeton)



Selektif COX-2 Inhibitor
-           Asam asetat –Indole (misalnya Etodolac).
-           Sulfonanilides (misalnya Nimesulide).
-           Diaryl tersubtitusi furanones (misalnya Rofecoxib).
-           Diaryl tersubtitusi Pyrazole (misalnya Celecoxib).
 

DAFTAR PUSTAKA
 Reiss, B.S., and Melick, M.E,. 1987, Pharmacological Aspects of Nursing Care, 2nd, Ed, Delmar Publishers Inc, United State of America
 Schumacher M.A., Basbaum A.L., Way W.L. 2007. Opioid analgesics and  antagonists. In B.G. Katzung: Basic and Clinically Pharmacology. 10th ed. Boston: McGraw-Hill
 Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya: Erlangga
 Vane RJ, Bakhle1 YS, BottingRM. 1998. Cyclooxygenases 1 and 2. In: Annu.  Rev. Pharmacol. Toxicol. 38:97–120

PERTANYAAN :
- Bagaimana perbedaan pengaruh obat dan ikatannya antara perbedaan reseptor mu, delta, dan kappa?
- Bagaimana perbedaan antara efek yang diberikan turunan morfin dan turunan metadon serta meperidin?
- Apakah perbedaan gugus yang dominan membedakan antara struktur kimia selektif COX2 inhibitor dan non selektif COX inhibitor ?
 

26 comments:

  1. Dari beberapa turunan analgetik non narkotika, manakah yang memiliki aktivitas analgetik yang paling baik, namun efek samping nya minimal? Terimakasihh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dalam rentang dosis normal, analgetik non opioid yang minim efek sampingnya sejauh ini adalah asetaminofen/paracetamol.

      Delete
  2. Assalamualaikum
    Berkaitan hubungan struktur dan aktivitas morfin : Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik. Mengapa demikian?
    Terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waalaikumsalam. Menurut pandangan saya, mungkin hal ini terkait dengan sifat farmakokimia dan farmakokinetikanya sehingga mempengaruhi pengaruh struktur perubahan gugus -OH ke reseptor analgesik di dalam tubuh.

      Delete
  3. Selamat malam, apabila dilihat dari efek samping yang ditimbulkan antara analgetik narkotik dan analgetik nonnarkotik manakah yang lebih baik?. Terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jika dilihat dari efek samping, lebih baik digunakan analgetik non narkotik karena tidak terlalu mempengaruhi SSP. Namun, penggunaannya tergantung pada rasa sakit yang ditimbulkan dari individu tersebut. Jika rasa sakit sudah parah, maka digunakan analgetik narkotik.

      Delete
    2. terlebih lagi, analgetik narkotik dapat menyebabkan sedasi berlebihan dan bahkan rasa kecanduan

      Delete
    3. saya setuju dengan jawaban di atas. jadi kalo tidak terlalu dibutukan sebaiknya tidak digunakan analgetik narkotik

      Delete
  4. hilda , soya mau tanya, secara ringkas berikan penjelasan tatalaksana penggunaan analgetik untuk pemilihan obat yang akan kita gunakan, kapan menggunakan obat analgetik narkotik kapan yang non narkotik,
    selanjutnya obat lini pertama yang dapat diberikan selain paracetamol dengan efek samping yg minimal apa ya ?
    terimakasiiiiiiiiihhhh hils

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penggunaan analgetik narkotik hanya digunakan ketika rasa sakit sudah sangat parah seperti kanker stadium lanjut, infark miokard akut ataupun pre-anestesi. Sedangkan penggunaan analgetik non narkotik ketika sakit gigi, sakit kepala, sakit gigi, nyeri saat haid maupun cedera ringan.
      Lini pertama selain pct untuk analgetik ringan bisa digunakan golongan salisilat seperti asam asetil salisilat.

      Delete
  5. apakah analgetik baik narkotika ataupun non memiliki efek yg serius jika di kombinasi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. menurut saya, jika kedua analgetik digunakan secara bersamaan akan memberikan efek atau akan melebihi terapeutik dose, sehingga ditakutkan akan terjadi overdosis

      Delete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Hai kak hilda, alkanones biasanya digunakan untuk nyeri yg seperti apa ya kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah satu contoh alkalones yaitu nabutamone yang diindikasikan untuk penyakit nyeri dan radang pada osteoarthritis dan reumatoid arthtritis

      Delete
  8. halo hilda,
    dikatakan diatas, kalo misal metadon punya efek 2 kali lebih baik dari morfin tetapi tidak menimbulkan euforia seperti morfin , bagaimana hal tersebut dapat terjadi hil?

    ReplyDelete
  9. Jawaban pertanyaan no 1 reseptor mu mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang berefek analgesia, euforia. Reseptor kappa mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang mempunyai edek analgesia dan sedasi. Reseptor delta hanya mempengaruhi otak mempunyai efek analgesia dan antidepresi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut artikel yang saya baca yaitu:
      Ada 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
      • µ (mu)
      • ĸ (kappa)
      • δ (delta)
      Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
      1. RESEPTOR OPIOID - µ
      Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
      2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
      Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
      3. RESEPTOR OPIOID – δ
      Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.

      Delete
  10. saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 2
    mnrt saja tentu turunan morfin mmberikan efek yg kuat krn dari ikatannya yg kuat dgn reseptor sehingga lebih baik drpd turunan lain

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya akan menambahkan jawaban kak ana, Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit sehingga merupakan analgetik yang memberikan efek kuat

      Delete
  11. saya akan menjawab pertanyaan ini "Apakah perbedaan gugus yang dominan membedakan antara struktur kimia selektif COX2 inhibitor dan non selektif COX inhibitor" menurut sumber yang saya baca iya perbedaan gugus yang dominan dapat membedakan antara struktur selektif dan non selektif inhibitor

    ReplyDelete
  12. Turunan Morfin
    mempunyai efek antibatuk yang kuat, dan tidak menyebabkan kecanduan.

    Turunan Meperidin
    sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.

    Turunan Metadon
    metadon sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oleh karena itu, solusi untuk pasien kecanduan morfin diberikan turunan meperidin dan metadon karena efek analgetiknya mirip dengan morfin, tetapi tidak menyebabkan kecanduan.

      Delete
  13. Tentu dari perbedaan reseptor trsebut akan mempengaruhi dari struktur farmakofor baik dari gugus fungsinya

    ReplyDelete
  14. assalamualaikum hil saya akan menambah kan sedikit , reseptor mu mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang berefek analgesia, euforia. Reseptor kappa mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang mempunyai edek analgesia dan sedasi. Reseptor delta hanya mempengaruhi otak mempunyai efek analgesia dan antidepresi
    Ada 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
    • µ (mu)
    • ĸ (kappa)
    • δ (delta)
    Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
    1. RESEPTOR OPIOID - µ
    Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
    2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
    Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
    3. RESEPTOR OPIOID – δ
    Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.
    Terimakasih

    ReplyDelete
  15. Saya mencoba manjawab no 1
    Ada 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
    • µ (mu)
    • ĸ (kappa)
    • δ (delta)
    Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
    1. RESEPTOR OPIOID - µ
    Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
    2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
    Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
    3. RESEPTOR OPIOID – δ
    Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.

    ReplyDelete

FARMAKOFOR

Dalam suatu bidang farmasis, tentu saja tidak asing mendengar istilah obat. Obat-obatan seiring dengan perkembangan zaman perlu dikemba...