Analgetika
Analgetika merupakan obat-obatan
pilihan untuk mengatasi penyakit nyeri dengan
tanpa menyebabkan kehilangan kesadaraan. Walaupun analgetika sebagai terapi
nyeri mungkin terkadang terlalu berlebihan dalam pengobatannya, itu penting
untuk mengingatkan kita bahwa menutup gejala nyeri barangkali tidak perlu
dilakukan dan pengobatan yang berlebihan dapat menghilangkan sebuah tolak ukur
yang penting untuk memonitor perkembangan penyakit yang mendasar (Reiss &
Melick, 1987).
Beberapa teori yang berbeda telah diusulkan untuk
menjelaskan bagaimana obat-obat analgetika bekerja. Analgetika opiun dan
analgetika yang menyerupai opium dipercaya mampu berikatan dengan reseptor
opium di sistem syaraf pusat dan dengan aktivitas demikian mampu menghambat
transmisi dari impuls nyeri. Analgetika non-narkotika seperti salisilat efek
analgetikanya nampak dengan mempengaruhi secara perifer dan pusat. Secara
perifer mereka nampak mengurangi sintesis prostaglandin dalam jaringan yang
radang dan dengan demikan mampu mengurangi sensitifitas pada reseptor nyeri
secara mekanik atau stimulasi
secara kimia. Secara pusat, salisilat dan senyawa analgetika non-narkotik
lain kelihatan dapat memproduksi sebuah efek analgetika dengan cara mempengaruhi
hipotalamus (Reiss & Melick, 1987).
Gambar
1. Diagram
permukaan reseptor analgesik yang sesuai dengan permukaan molekul obat
(Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2008)
1. Analgetik Narkotik. Golongan
analgetik narkotik adalah
agonis total, agonis parsial, dan
antagonis. Morfin merupakan agonis total pada reseptor opium µ (mu), reseptor opium secara
umum dapat dilihat dalam tabel 1 dibawah ini (Schumacher dkk., 2009)
Subtipe Reseptor
|
Fungsi
|
Afinitas Endgenus Peptida Opium
|
µ
(mu)
|
Analgetik
secara spinal dan supraspinal, menidurkan, memperlambat transit gastrointestinal,
modulasi pelepasan hormon dan neurotransmitter
|
Endorpin
> Enkepalin > Dimorpin
|
δ(delta)
|
Analgetik
secara spinal dan supraspinal, memodulasi pelepasan hormone dan
neurotransmitter
|
Enkepalin
> Endorpin dan Dimorpin
|
K
(kappa)
|
Analgetik
secara spinal dan supraspinal. Berefek pada psyvhotomimetic, memperlambat
transit gastrointesinal
|
Dimorpin
> Endorpin dan Enkepalin
|
Tabel 1. Suptipe reseptor opiun,
fungsi, dan afinitasnya terhadap endogenus peptida
Secara umum, obat analgetika dan reseptornya dapat dilihat
dari tabel II berikut (Schumacher dkk., 2009)
|
Nama
|
|
|
Pengaruh
reseptor
|
|
|
|
generik
|
µ (mu)
|
|
δ(delta)
|
κ(kappa)
|
|
|
Morfin
|
+++
|
|
|
+
|
|
|
Hidromorfin
|
|
+++
|
|
|
|
|
Oximorfin
|
+++
|
|
|
|
|
|
Metadon
|
|
+++
|
|
|
|
|
Meperidin
|
+++
|
|
|
|
|
|
Fentanil
|
|
+++
|
|
|
|
|
Sufentanil
|
+++
|
+
|
+
|
||
|
Alfentanil
|
|
+++
|
|
|
|
|
Remifentanil
|
+++
|
|
|
|
|
|
Levorphanol
|
|
+++
|
|
|
|
|
Kodein
|
±
|
|
|
|
|
|
Hidrokodon
|
|
±
|
|
|
|
|
Oxikodon
|
±
|
|
|
|
|
|
Propoksipen
|
|
(+, sangat lemah)
|
|
|
|
|
Pentazosin
|
±
|
|
|
+
|
|
|
Nalbupine
|
|
--
|
|
|
++
|
|
Buprenorpin
|
±
|
--
|
--
|
||
|
Butorpanol
|
|
±
|
|
|
+++
|
Tabel 2.
Obat-obatan analgetika secara umum (Ket: +++,++,+, agonis kuat; ±, parsial agonis;
--, -, antagonis)
Berdasarkan struktur
kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan
morfin, tirinan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon)
dan turunan lain-lain. Berikut penjelasan dari masing-masing kelompok
analgetika narkotik berdasarkan struktur kimianya.
a. Turunan
Morfin
Morfin didapat dari opium,
yaitu getah kering tanaman Papaver
somniferum. Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain
adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan narsein. Selain efek
analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak
disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara
ketat oleh pemerintah. Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang
terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai
efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah.
Gambar 2. Struktur Umum Morfin
Hubungan
struktur morfin-aktifitas lain :
· Eterifikasi
dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik.
· Eterifikasi,
esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen
atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
· Perubahan
gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas
analgesik.
· Pengubahan
konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
· Hidrogenasi
ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi.
·
Substansi
pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
·
Pemecahan
jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
·
Pembukaan
cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
b. Turunan
Meperidin
Meskipun strukturnya
tidak berhubungan dengan
struktur morfin tetapi
masih menunjukkan kemiripan karena
mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin
aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.
c. Turunan
Metadon
Turunan
metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl.
Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau
meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau
cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol
antara basa N dengan gugus karboksil.
Contoh:
Metadon,
mempunyai
aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak
menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin
untuk pengobatan kecanduan.
Propoksifen,
yang aktif
sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-)
Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α
(+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah.
α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan
efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare,
antibatuk dan antipiretik.
2. Analgetik
Non-narkotik. Beberapa obat-obatan farmakologi
dan senyawa kimia dihubungkan dengan analgetika narkotik, akan tetapi
menyebabkan ketergantungan. D-propoxyphene hydrochloride merupakan senyawa kimia yang berkaitan dengan methadone dan telah digunakan
secara luas selama beberapa tahun sebagai analgetik oral. Penggunaannya
diperkirakan 90-120 mg dari D-propoxyphene hydrochloride setara dengan 60 mg
kodein dan 600 mg aspirin. Penggunaan senyawa ini berpotensial kecil
menyebabkan efek ketergantungan. Yang termasuk golongan analgetik nonnarkotik,
yaitu: buprenorphine, butorphanol tartrate, methotrimeperazine, nalbuphine HCl,
pentazocine HCl, propoxyphene HCl, propoxyphene napsylate (Reiss & Melick,
1987).
Analgetik
antipiretik. Analgetik narkotik dan nonnarkotik
merupakan obat yang bekerja mempengaruhi sistem syaraf pusat. Namun, ada
beberapa obat yang bekerjanya lemah pada sistem syaraf pusat, tetapi kuat pada
sistem syaraf perifer. Efek analgetiknya beraksi pada sistem syaraf perifer
dengan mempengaruhi sintesis dan aksi dari prostaglandin, substansi tersebut
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dimana mampu meningkatkan
sensitivitas dari syaraf akhiran. Pancaran nyeri sebagai akibat dari stimulasi
sistem syaraf tepi, oleh karena itu perlu dihalang dan dapat meringkankan
gejala nyeri di tempat kerusakan jaringan. Kebanyakan Non-Steroidal
Anti-Inflamatori Drugs (NSAIDs) juga berperan sebagai analgetik dan antipiretik
dimana NSAID tersebut berguna untuk menyembuhkan penyakit nyeri paska
pencabutan gigi, dysmenorrhea, dan penyakit
nyeri lainnya (Reiss & Melick, 1987).
Non-Selektif COX Inhibitor
-
Turunan asam –Salicylic (Aspirin,
Sodium salisilat).
-
Derivatif fenol -Para-amino
(Acetaminophen).
-
Indol dan asam Indaneacetic
(Indometasin, Sulindac).
-
Asam asetat –Heteroaryl (Tolmetin,
Diklofenak, Keterolac).
- Asam propionat –Aryl (Ibuprofen,
Naproxen, Flurbiprofen, Ketoprofen,Fenoprofen, Oxaprofen).
-
Asam - Anthranilic (Asam mefenamat,
asam Meclofenamic).
-
Asam-Enolic (Piroksikam, Meloxicam,
Tenoxicam, Isoxicam).
-
Alkanones (nabumeton)
Selektif COX-2 Inhibitor
-
Asam asetat –Indole (misalnya
Etodolac).
-
Sulfonanilides (misalnya
Nimesulide).
-
Diaryl tersubtitusi furanones
(misalnya Rofecoxib).
-
Diaryl tersubtitusi Pyrazole
(misalnya Celecoxib).
DAFTAR PUSTAKA
Reiss, B.S., and Melick, M.E,. 1987, Pharmacological
Aspects of Nursing Care, 2nd, Ed, Delmar Publishers Inc, United State of
America
Schumacher M.A., Basbaum A.L., Way W.L. 2007. Opioid
analgesics and antagonists. In B.G. Katzung:
Basic and Clinically Pharmacology. 10th ed. Boston: McGraw-Hill
Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal
Edisi 2. Surabaya: Erlangga
Vane RJ,
Bakhle1 YS, BottingRM. 1998. Cyclooxygenases 1 and 2. In: Annu. Rev. Pharmacol. Toxicol. 38:97–120
PERTANYAAN :
- Bagaimana
perbedaan pengaruh obat dan ikatannya antara perbedaan reseptor mu, delta, dan
kappa?
- Bagaimana
perbedaan antara efek yang diberikan turunan morfin dan turunan metadon serta
meperidin?
- Apakah
perbedaan gugus yang dominan membedakan antara struktur kimia selektif COX2 inhibitor
dan non selektif COX inhibitor ?
Dari beberapa turunan analgetik non narkotika, manakah yang memiliki aktivitas analgetik yang paling baik, namun efek samping nya minimal? Terimakasihh
ReplyDeleteDalam rentang dosis normal, analgetik non opioid yang minim efek sampingnya sejauh ini adalah asetaminofen/paracetamol.
DeleteAssalamualaikum
ReplyDeleteBerkaitan hubungan struktur dan aktivitas morfin : Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik. Mengapa demikian?
Terimakasih
Waalaikumsalam. Menurut pandangan saya, mungkin hal ini terkait dengan sifat farmakokimia dan farmakokinetikanya sehingga mempengaruhi pengaruh struktur perubahan gugus -OH ke reseptor analgesik di dalam tubuh.
DeleteSelamat malam, apabila dilihat dari efek samping yang ditimbulkan antara analgetik narkotik dan analgetik nonnarkotik manakah yang lebih baik?. Terimakasih.
ReplyDeleteJika dilihat dari efek samping, lebih baik digunakan analgetik non narkotik karena tidak terlalu mempengaruhi SSP. Namun, penggunaannya tergantung pada rasa sakit yang ditimbulkan dari individu tersebut. Jika rasa sakit sudah parah, maka digunakan analgetik narkotik.
Deleteterlebih lagi, analgetik narkotik dapat menyebabkan sedasi berlebihan dan bahkan rasa kecanduan
Deletesaya setuju dengan jawaban di atas. jadi kalo tidak terlalu dibutukan sebaiknya tidak digunakan analgetik narkotik
Deletehilda , soya mau tanya, secara ringkas berikan penjelasan tatalaksana penggunaan analgetik untuk pemilihan obat yang akan kita gunakan, kapan menggunakan obat analgetik narkotik kapan yang non narkotik,
ReplyDeleteselanjutnya obat lini pertama yang dapat diberikan selain paracetamol dengan efek samping yg minimal apa ya ?
terimakasiiiiiiiiihhhh hils
Penggunaan analgetik narkotik hanya digunakan ketika rasa sakit sudah sangat parah seperti kanker stadium lanjut, infark miokard akut ataupun pre-anestesi. Sedangkan penggunaan analgetik non narkotik ketika sakit gigi, sakit kepala, sakit gigi, nyeri saat haid maupun cedera ringan.
DeleteLini pertama selain pct untuk analgetik ringan bisa digunakan golongan salisilat seperti asam asetil salisilat.
apakah analgetik baik narkotika ataupun non memiliki efek yg serius jika di kombinasi?
ReplyDeletemenurut saya, jika kedua analgetik digunakan secara bersamaan akan memberikan efek atau akan melebihi terapeutik dose, sehingga ditakutkan akan terjadi overdosis
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHai kak hilda, alkanones biasanya digunakan untuk nyeri yg seperti apa ya kak?
ReplyDeleteSalah satu contoh alkalones yaitu nabutamone yang diindikasikan untuk penyakit nyeri dan radang pada osteoarthritis dan reumatoid arthtritis
Deletehalo hilda,
ReplyDeletedikatakan diatas, kalo misal metadon punya efek 2 kali lebih baik dari morfin tetapi tidak menimbulkan euforia seperti morfin , bagaimana hal tersebut dapat terjadi hil?
Jawaban pertanyaan no 1 reseptor mu mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang berefek analgesia, euforia. Reseptor kappa mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang mempunyai edek analgesia dan sedasi. Reseptor delta hanya mempengaruhi otak mempunyai efek analgesia dan antidepresi
ReplyDeleteSaya setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut artikel yang saya baca yaitu:
DeleteAda 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
• µ (mu)
• ĸ (kappa)
• δ (delta)
Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
1. RESEPTOR OPIOID - µ
Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
3. RESEPTOR OPIOID – δ
Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.
saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 2
ReplyDeletemnrt saja tentu turunan morfin mmberikan efek yg kuat krn dari ikatannya yg kuat dgn reseptor sehingga lebih baik drpd turunan lain
saya akan menambahkan jawaban kak ana, Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit sehingga merupakan analgetik yang memberikan efek kuat
Deletesaya akan menjawab pertanyaan ini "Apakah perbedaan gugus yang dominan membedakan antara struktur kimia selektif COX2 inhibitor dan non selektif COX inhibitor" menurut sumber yang saya baca iya perbedaan gugus yang dominan dapat membedakan antara struktur selektif dan non selektif inhibitor
ReplyDeleteTurunan Morfin
ReplyDeletemempunyai efek antibatuk yang kuat, dan tidak menyebabkan kecanduan.
Turunan Meperidin
sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.
Turunan Metadon
metadon sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.
Oleh karena itu, solusi untuk pasien kecanduan morfin diberikan turunan meperidin dan metadon karena efek analgetiknya mirip dengan morfin, tetapi tidak menyebabkan kecanduan.
DeleteTentu dari perbedaan reseptor trsebut akan mempengaruhi dari struktur farmakofor baik dari gugus fungsinya
ReplyDeleteassalamualaikum hil saya akan menambah kan sedikit , reseptor mu mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang berefek analgesia, euforia. Reseptor kappa mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang mempunyai edek analgesia dan sedasi. Reseptor delta hanya mempengaruhi otak mempunyai efek analgesia dan antidepresi
ReplyDeleteAda 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
• µ (mu)
• ĸ (kappa)
• δ (delta)
Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
1. RESEPTOR OPIOID - µ
Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
3. RESEPTOR OPIOID – δ
Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.
Terimakasih
Saya mencoba manjawab no 1
ReplyDeleteAda 3 subtipe utama dari reseptor opioid yaitu :
• µ (mu)
• ĸ (kappa)
• δ (delta)
Reseptor-reseptor tersebut yang namanya menggunakan huruf pertama dari ligan pertama mengikat ligan-ligan tersebut.
1. RESEPTOR OPIOID - µ
Reseptor opioid µ (MOR / Mu Opioid Receptors) timbul antara presinaptis atau postsinaptis bergantung kepada tipe-tipe sel.
2. RESEPTOR OPIOID - ĸ
Reseptor opioid ĸ juga diliputi dengan analgetik, tetapi altivasinya juga menyebabkan mual dan disforia.
3. RESEPTOR OPIOID – δ
Aktivasi opioid δ juga menghasilkan analgesic. Beberapa penelitian mengatakan bahwa reseptor opioid δ juga berhubungan dengan serangan-serangan. Ligan endogen untuk reseptor δ adalah enkefalin. Hingga beberapa lama, ada beberapa alat-alat farmakologi untuk studi reseptor δ.